Akar
berdirinya Aisyiyah tidak bisa dilepaskan kaitannya dari akar sejarah. Spirit
berdirinya Muhammadiyah telah mengilhami berdirinya hampir seluruh organisasi
otonom yang ada di Muhammadiyah, termasuk Aisyiyah. Sejak mendirikan
Muhammadiyah, Kiai Dahlan sangat memperhatikan pembinaan terhadap wanita.
Anak-anak perempuan yang potensial dibina dan dididik menjadi pemimpin, serta
dipersiapkan untuk menjadi pengurus dalam organisasi wanita dalam Muhammadiyah.
Di antara mereka yang dididik Kiai
Dahlan ialah Siti Bariyah, Siti Dawimah, Siti Dalalah, Siti- Busyro (putri
beliau sendiri), Siti Dawingah, dan Siti
Badilah Zuber.
Anak-anak
perempuan itu (meskipun usianya baru sekitar 15 tahun) sudah diajak memikirkan
soal-soal kemasyarakatan. Sebelum Aisyiyah secara kongkret berbentuk, sifat
gerakan pembinaan wanita itu baru merupakan kelompok anak-anak perempuan
yang enang berkumpul, kemudian diberi
bimbingan oleh K.H A. Dahlan dan Nyai Ahmad Dahlan dengan pembelajaran agama. Kelompok anak- anak ini
belum merupakan suatu organisasi, tetapi kelompok anak-anak yang diberi pengajian. Pendidikan dan
pembinaan terhadap wanita yang usianya sudah tua pun dilakukan juga oleh Kiai
Dahlan dan istrinya (Nyai Dahlan). Ajaran agama Islam tidak memperkenankan mengabaikan
wanita. Mengingat pentingnya peranan wanita yang harus mendapatkan tempat yang
layak, Kyai Dahlan bersama-sama KHA.
Dahlan mendirikan kelompok pengajian wanita yang anggotanya terdiri para gadis-gadis dan orang-orang wanita yang
sudah tua. Dalam perkembangannya, kelompok pengajian wanita itu diberi nama
Sapa Tresna.
Sapa
Tresna belum merupakan organisasi, hanya suatu gerakan pengajian saja. Oleh
karena itu,untuk memberikan suatu nama yang kongkrit menjadi suatu perkumpulan,
K.H. Mokhtar mengadakan pertemuan dengan KHA. Dahlan yang juga dihadiri oleh H. Fakhrudin dan Ki Bagus
Hadikusumo serta pengurus Muhammadiyah lainnya di rumah Nyai Ahmad Dahlan.
Awalnya diusulkan nama Fatimah, untuk organisasi perkumpulan kaum wanita
Muhammadiyah itu, tetapi nama itu tidak
diterima oleh rapat.
Haji
Fakhrudin kemudian mengusulkan nama Aisyiyah yang kemudian diterima oleh rapat
tersebut. Nama Aisyiyah dipandang lebih tepat bagi gerakan wanita ini karena didasari pertimbangan bahwa perjuangan wanita yang
akan digulirkan ini diharapkan dapat meniru
perjuangan Aisyah, isteri Nabi Muhammad, yang selalu membantu Rasulullah
dalam berdakwah. peresmian Aisyiyah dilaksanakan bersamaan peringatan Isra'
Mi'raj Nabi Muhammad pada tanggal 27
rajab 1335 H, bertepatan 19 Mei 1917 M. Peringatan Isra' Mi'raj tersebut
merupakan peringatan yang diadakan Muhammadiyah untuk pertama kalinya. Selanjutnya, K.H. Mukhtar
memberi bimbingan administrasi dan organisasi, sedang untuk bimbingan jiwa
keagamaannya dibimbing langsung oleh KHA. Dahlan.
Pada
tahun 1919, dua tahun setelah berdiri, Aisyiyah merintis pendidikan dini untuk
anak-anak dengan nama Frobel, yang merupakan Taman Kanan-Kanak pertama kali
yang didirikan oleh bangsa Indonesia. Selanjutnya Taman kanak-kanak ini
diseragamkan namanya menjadi TK Aisyiyah Bustanul Athfal yang saat ini telah
mencapai 5.865 TK di seluruh Indonesia.
Gerakan
pemberantasan kebodohan yang menjadi salah satu pilar perjuangan Aisyiyah
dicanangkan dengan mengadakan pemberantasanbuta huruf pertama kali, baik buta
huruf arab maupun latin pada tahun
1923. Dalam kegiatan ini para peserta
yang terdiri dari para gadis dan ibu-ibu rumah tangga belajar bersama dengan
tujuan meningkatkan pengetahuan dan peningkatan partisipasi perempuan dalam
dunia publik. Selain itu, pada tahun 1926, Aisyiyah mulai menerbitkan majalah
organisasi yang diberi nama Suara Aisyiyah, yang awal berdirinya menggunakan Bahasa
Jawa. Melalui majalah bulanan inilah Aisyiyah antara lain mengkomunikasikan
semua program dan kegiatannya termasuk konsolidasi internal organisasi.
Dalam
hal pergerakan kebangsaan, Aisyiyah juga termasuk organisasi yang turut
memprakarsai dan membidani terbentuknya organisasi wanita pada tahun 1928.
Dalam hat ini, Aisyiyah bersama dengan organisasi wanita lain bangkit berjuang
untuk membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan dan kebodohan.
Badan federasi ini diberi nama Kongres Perempuan Indonesia yang sekarang
menjadi KOWANI (Kongres Wanita Indonesia). Lewat federasi ini berbagai usaha
dan bentuk perjuangan bangsa dapat dilakukan secara terpadu.
Aisyiyah
berkembang semakin pesat dan menemukan bentuknya sebagai organisasi wanita
modern. Aisyiyah mengembangkan berbagai program untuk pembinaan dan pendidikan
wanita. Diantara aktivitas Aisyiyah ialah Siswa Praja Wanita bertugas membina
dan mengembangkan puteri- puteri di luar sekolah sebagai kader Aisyiyah. Pada
Kongres Muhammadiyah ke-20 tahun 1931 Siswa Praja Wanita diubah menjadi
Nasyi'atul Aisyiyah (NA). Di samping itu, Aisyiyah juga mendirikan Urusan
Madrasah bertugas mengurusi sekolah/ madrasah khusus puteri, Urusan Tabligh
yang mengurusi penyiaran agama lewat pengajian, kursus dan asrama, serta Urusan
Wal'asri yang mengusahakan beasiswa untuk siswa yang kurang mampu. Selain itu,
Aisyiyah pada tahun 1935 juga mendirikan Urusan Adz-Dzakirat yang bertugas
mencari dana untuk membangun Gedung 'Aisyiyah dan modal mendirikan koperasi.
Perkembangan
Aisyiyah selanjutnya pada tahun 1939 mengalami titik kemajuan yang sangat
pesat. Aisyiyah menambah Urusan Pertolongan (PKU) yang bertugas menolong
kesengsaraan umum. Oleh karena sekolah-sekolah putri yang didirikan sudah
semakin banyak, maka Urusan Pengajaran pun didirikan di Aisyiyah. Di samping
itu, Aisyiyah juga mendirikan Biro Konsultasi Keluarga. Demikianlah, Aisyiyah
menjadi gerakan wanita Islam yang mendobrak kebekuan feodalisme dan ketidaksetaraan
gender dalam masyarakat pada masa itu, serta sekaligus melakukan advokasi
pemberdayaan kaum perempuan.
Perkembangan
Mutakhir (Amal Usaha Aisyiyah)
Menjelang
seabad gerakannya, Aisyiyah saat ini telah memiliki 33 Pimpinan Wilayah
Aisyiyah (setingkat Propinsi), 370 Pimpinan Daerah Aisyiyah (setingkat
kabupaten), 2.332 Pimpinan Cabang Aisyiyah (setingkat Kecamatan) dan 6.924
Pimpinan Ranting Aisyiyah (setingkat Kelurahan).
Selain
itu, Aisyiyah juga memiliki amal usaha yang bergerak di berbagai bidang, yaitu:
pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, ekonomi dan pemberdayaan
masyarakat. Amal usaha Aisyiyah bidang pendidikan saat ini berjumlah 4.560,
terdiri dari Kelompok Bermain, Taman Pengasuhan Anak, Taman Kanak-Kanak,
Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Pendidikan Tinggi.
Sedangkan
amal usaha bidang Kesehatan berupa Rumah Sakit, Rumah Bersalin, Badan Kesehatan
Ibu dan Anak, Balai Pengobatan dan Posyandu secara keseluruhan berjumlah 280
yang tersebar di seluruh wilayah
Indonesia. Sebagai gerakan yang peduti terhadap kesejahteraan sosial
masyarakat, Aisyiyah hingga kini memiliki 459 amal usaha seperti Rumah Singgah
Anak Jalanan, Panti Asuhan, lembaga Dana Santunan Sosial, tim Pangrukti Jenazah
dan Posyandu.
Aisyiyah
berpendirian bahwa harkat martabat perempuan Indonesia tidak akan meningkat
tanpa peningkatan kemampuan ekonominya. Oleh karena itu, Aisyiyah mengembangkan
berbagai amal usaha pemberdayaan ekonomi ini datam bentuk koperasi (termasuk
koperasi simpan pinjam), Baitul Mal wa Tamwil, toko/kios, Bina Usaha Ekonomi
Keluarga Aisyiyah (BUEKA), home industri, kursus ketrampilan dan arisan. Jumlah
amal usaha di bidang ini mencapai 503 buah.
Aisyiyah
juga mengembangkan beragam kegiatan berbasis pemberdayaan masyarakat khususnya
dalam bidang peningkatan kesadaran kehidupan bermasyarakat. Hingga saat ini
amal usaha yang mencakup pengajian, Qoryah Thayyibah, Kelompok Bimbingan Haji
(KBIH), badan zakat infaq dan shodaqoh serta musholla berjumlah 3.785.
0 komentar:
Posting Komentar